Kata cookies (baca : kukis) yang kita kenal, bermakna kue kering, dicetak kecil-kecil, bentuk menarik, sedapatnya menggugah selera untuk menyantapnya sambil ngeteh-ngeteh (baca : minum teh). Rasanya gurih, manis, atau kombinasi berbagai rasa (tergantung bahan). Cookies yang enak dan menggugah selera untuk menyantapnya berulang-ulang --dalam porsi kecil-- umumnya renyah, kres..kres.. hmm.
Tapi, cookies cendekia tidak menyajikan resep-resep kue kering kres..kres itu. Kami justru menyajikan hidangan lain. Bukan makanan bagi fisik agar mengenyangkan, tapi makanan bagi nurani yang menyegarkan, menggugah mata hati (setidaknya bagi kami) yang setiap hari bersentuhan dengan anak-anak usia 2 - 10 tahun. Ya, ini adalah kumpulan kisah (kukis --juga) anak-anak cendekia. Cerita tentang keseharian mereka, rekaman obrolan antar anak dengan anak, anak dengan guru maupun anak dengan orangtua saat semua komponen tersebut saling berinteraksi di Rumah Sekolah Cendekia.
Ya, kami membayangkan kukis cendekia ini benar-benar menjadi "cookies" buat para orang tua, para pencinta anak, yang menikmati waktu demi waktu saat anak-anak tumbuh dengan nyaman dan aman dalam dunianya. Karena percayalah, dari mata dan mulut mereka, kita akan bisa melihat dan mendengar kemurnian pikiran anak-anak yang lugu, mengundang senyum, namun tak jarang sangat cerdas dan benar-benar memberi solusi.
Kukis cendekia ini menjadi bukti, bahwa ketika kita memberi ruang yang tepat dan kepercayaan pada anak-anak, maka segenap potensi mereka --kemampuan berfikir, merasa dan bertindak -- akan tumbuh menakjubkan.
This is a true story.
Semua dituliskan oleh guru-guru yang berinteraksi dengan anak sejak anak tiba di sekolah pukul 8 pagi, hingga saatnya pulang di sore hari. Dengan sedikit perbaikan bahasa, kami menyajikannya untuk Anda.
Selamat menikmati..
Komentar
Posting Komentar