Kebesaran Hati Kahfi

TK Junior kedatangan teman baru. Teman-teman menyambutnya dengan baik, dan bisa mengerti bahwa karena masih baru, teman tersebut memerlukan waktu untuk beradaptasi, dan wajar saja kalau masih sering menangis.

Waktu shalat duhur tiba, ibu guru menunjuk Kahfi untuk menjadi imam shalat. Kahfi lalu bersorak gembira, anak-anak TK memang  sangat senang apabila diberi kesempatan untuk menjadi imam saat shalat. Tiba-tiba teman baru tadi merengek dan menangis meminta agar dirinyalah yang menjadi imam.  Ibu guru menyarankan agar dia melihat-lihat saja dulu, dan membolehkannya untuk menjadi muadzin.

Teman baru tadi lalu berhenti menangis, dan bersiap-siap untuk adzan. Setelah adzan selesai dikumandangkan, Kahfi pun bersiap-siap untuk menjadi imam. Tapi lagi-lagi anak tersebut menangis dan meminta agar dirinyalah yang menjadi imam...

Kahfi  dengan kesal lalu berkata, ”Masa begitu saja kamu menangis...??”.

Kahfi yang merasa posisinya menjadi imam terancam, menatap ibu guru dengan pandangan yang seolah berkata ”Bagaimana nih, Bu...??”. Ibu guru berpikir untuk mencari jalan keluarnya, lalu berkata teman baru yang masih terus menangis. ”Kalau begitu, kamu tanyakan ke teman-teman apakah mereka setuju kamu menjadi imam?”

Tapi ternyata tak seorang pun yang setuju, karena mereka menganggap memang Kahfi yang pantas menjadi imam. Anak tersebut menangis makin keras... Ibu guru mencoba membujuk Kahfi, tapi Kahfi tetap berkeras. Ibu guru akhirnya terdiam sambil terus berfikir.

Mungkin karena melihat ekspresi wajah ibu guru yang kebingungan; mungkin pula karena Kahfi mengerti temannya masih baru, sehingga belum bisa diberi pengertian; atau mungkin Kahfi tidak ingin teman-temannya menunggu lama hanya karena persoalan memilih imam. Entahlah... Tiba-tiba Kahfi lalu berkata ”Gak apa-apa, Bu... saya mundur saja. Saya shalatnya di belakang saja...”

Dan Kahfi pun bergabung bersama teman-teman lain untuk melaksanakan shalat Dzuhur. Ibu guru pun lega karena problem has solved!

--Bu Amy--

Komentar