Pagi itu, Ayyas salah seorang anak laki-laki di kelas 1 SD terlambat tiba di sekolah. Buru-buru dia menyeret tas yang dibawanya ke gedung SD di bagian belakang sekolah. Kami berpapasan di tangga saat saya akan turun.
“Bu Guru mau kemana?” sapa Ayyas sambil tersenyum
“Ke bawah dulu nak, ada yang akan Ibu ambil.”
“Bu Guru mau lihat tasku?” Ayyas kemudian menunjukkan tasnya sambil tersenyum.
Sayapun ikut tersenyum melihat tasnya hari itu. Namun belum sempat saya berkata satu patah katapun, Ayyas sudah kembali menyeret tasnya ke kelas.
Di kelas, teman-teman merubungnya sambil bertanya-tanya, kenapa ia memakai tas dengan model dan warna yang terlihat aneh untuknya. Maka Ayyaspun menjelaskan alasannya kepada mereka semua dengan mata yang berbinar-binar dan penuh kegembiraan. Saat mata saya tertuju ke arah rak tas anak laki-laki, tas Ayyas nampak mencolok di antara tas teman-temannya. Dari tempat saya duduk, saya mengamati Ayyas. Tapi tidak ada sedikitpun ekspresi yang menunjukkan penyesalannya telah memakai tas yang berbeda hari itu.
Ya, hari ini Ayyas membuktikan kepada dunia di sekelilingnya, bahwa baginya, warna tidak mengenal jenis kelamin. Ia paham bahwa tasnya sedang rusak, dan juga paham bahwa orangtuanya belum sempat memperbaiki atau mengganti tasnya dengan tas yang baru. Ia paham bahwa kakak perempuannya memiliki tas lain yang bisa dipakainya, karena memiliki fungsi yang sama. Dan ia sangat paham bahwa fungsi, tidak ada hubungannya dengan model dan warna. Yah… namun Ayyas memang terlihat lucu saat menyeret tas berwarna pink dan bergambar Barbie tersebut selama seminggu ke sekolah.
(Bu Yani)
Komentar
Posting Komentar